Suatu hari, Plato bertanya pada gurunya, "Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?"
Gurunya menjawab, "Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta"
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya,
"Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?"
Plato menjawab, "Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)" Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat ku melanjutkanberjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya"
Gurunya kemudian menjawab " Jadi ya itulah cinta"
Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, "Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya ?" Gurunya pun menjawab "Ada hutan yang subur didepan saja. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan"
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar/subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.
Gurunya bertanya, "Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?"
Plato pun menjawab, "sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya"
Gurunyapun kemudian menjawab, "Dan ya itulah perkawinan"
CATATAN - KECIL :
Cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih. Ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan... tiada sesuatupun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan kembali. Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur. Terimalah cinta apa adanya.
_______________________________________________________
Perkawinan adalah kelanjutan dari Cinta. Adalah proses mendapatkan kesempatan, ketika kamu mencari yang terbaik diantara pilihan yang ada, maka akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya, Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia2lah waktumu dalam mendapatkan perkawinan itu, karena, sebenarnya kesempurnaan itu hampa adanya.
Sumber :http://gank-bandung.clan.su/blog/2008-11-18-1
Kamis, 25 Februari 2010
Gendong aku, sebelum kau ceraikan aku
Pada hari pernikahanku,aku membopong istriku. Mobil pengantin berhenti didepan flat kami yang cuma berkamar satu. Sahabat-sahabatku menyuruhku untuk membopongnya begitu keluar dari mobil. Jadi kubopong ia memasuki rumah kami.
Ia kelihatan malu-malu. Aku adalah seorang pengantin pria yang sangat bahagia. Ini adalah kejadian 10 tahun yang lalu.
Hari-hari selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir air bening. Kami mempunyai seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk
menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasih diantara kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil. Setiap pagi kami berangkat kerja bersama-sama dan sampai dirumah juga pada waktu yang bersamaan.
Anak kami sedang belajar di luar negeri. Perkawinan kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh perubahan yang tidak kusangka-sangka.
Dew hadir dalam kehidupanku. Waktu itu adalah hari yang cerah. Aku berdiri di balkon dengan Dew yang sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya. Ini adalah apartment yang kubelikan untuknya.
Dew berkata , “Kamu adalah jenis pria terbaik yang menarik para gadis.” Kata-katanya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami baru menikah,istriku pernah berkata, “Pria sepertimu,begitu sukses,akan menjadi sangat menarik bagi para gadis.”
Berpikir tentang ini, Aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu kalo aku telah menghianati istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya. Aku melepaskan tangan Dew dan berkata, “Kamu harus pergi membeli beberapa perabot, O.K.?.Aku ada sedikit urusan dikantor”
Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya. Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin. Bagaimanapun,aku merasa sangat sulit untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun ku jelaskan, ia pasti akan sangat terluka. Sejujurnya,ia adalah seorang istri
yang baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai didepan TV. Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama-sama. Atau aku akan menghidupkan komputer,membayangkan tubuh Dew. Ini adalah hiburan bagiku.
Suatu hari aku berbicara dalam guyon, “Seandainya kita bercerai, apa yang akan kau lakukan? ” Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yang sangat jauh darinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius. Ketika istriku mengunjungi kantorku, Dew baru saja keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara dengan ia. Ia kelihatan sedikit kecurigaan. Ia berusaha tersenyum pada bawahan-bawahanku. Tapi aku membaca ada kelukaan di matanya.
Sekali lagi, Dew berkata padaku,” He Ning, ceraikan ia, O.K.? Lalu kita akan hidup bersama.” Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu-ragu lagi. Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, ku pegang tangannya,”Ada sesuatu yang harus kukatakan” Ia duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka dimatanya. Tiba-tiba aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia tahu kalo aku terus berpikir.
“Aku ingin bercerai”, ku ungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang. Ia seperti tidak terpengaruh oleh kata-kataku, tapi ia bertanya secara lembut,”kenapa?” “Aku serius.” Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban ini membuat ia sangat marah. Ia melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku,”Kamu bukan laki-laki!”. Pada malam itu, kami sekali saling membisu. Ia sedang menangis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yang telah terjadi dengan perkawinan kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan sebab hatiku telah dibawa pergi oleh Dew.
Dengan perasaan yang amat bersalah, Aku menuliskan surat perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil dan 30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa bagian.. Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yang telah 10 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yang asing dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa mengembalikan apa yang telah kuucapkan.
Akhirnya ia menangis dengan keras didepanku, dimana hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku, tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku. Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa minggu ini dan sekarang sungguh-sungguh telah terjadi.
Pada larut malam,aku kembali ke rumah setelah menemui klienku. Aku melihat ia sedang menulis sesuatu. Karena capek aku segera ketiduran. Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis. Aku tertidur kembali. Ia menuliskan syarat-syarat dari perceraiannya. Ia tidak menginginkan apapun dariku,tapi aku harus memberikan waktu sebulan sebelum menceraikannya,dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup bersama seperti biasanya. Alasannya sangat sederhana: Anak kami akan segera menyelesaikkan pendidikannya dan liburannya adalah sebulan lagi dan ia tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami. Ia menyerahkan persyaratan tersebut dan bertanya,” He Ning, apakah kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita ketika pada hari pernikahan kita?”
Pertanyaan ini tiba-tiba mengembalikan beberapa kenangan indah kepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan. “Kamu membopongku dilenganmu”, katanya, “Jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu kamu akan tetap membopongku pada waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir bulan ini, setiap pagi kamu harus membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu.”
Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan beberapa kenangan indah yang telah berlalu dan berharap perkawinannya diakhiri dengan suasana romantis.
Aku memberitahukan Dew soal syarat-syarat perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya. “Bagaimanapun trik yang ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini,” ia mencemooh. Kata-katanya membuatku merasa tidak enak.
Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian itu. Kami saling menganggap orang asing. Jadi ketika aku membopongnya dihari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk punggung kami,”Wah, papa membopong mama, mesra sekali” Kata-katanya membuatku merasa sakit.. Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan ia dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan berkata dengan lembut,” Mari kita mulai hari ini,jangan memberitahukan pada anak kita.” Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang.Aku melepaskan ia di pintu. Ia pergi menunggu bus, dan aku pergi ke kantor.
Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku,kami begitu dekat sampai-sampai aku bisa mencium wangi dibajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda lagi, beberapa kerut tampak di wajahnya. Pada hari ketiga, ia berbisik padaku, “Kebun diluar sedang dibongkar, hati-hati kalau kamu lewat sana.”
Hari keempat,ketika aku membangunkannya,aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku dilenganku. Bayangan Dew menjadi samar. Pada hari kelima dan enam, ia masih mengingatkan aku beberapa hal, seperti, dimana ia telah menyimpan baju-bajuku yang telah ia setrika, aku harus hati-hati saat memasak,dll. Aku mengangguk. Perasaan kedekatan terasa semakin erat.
Aku tidak memberitahu Dew tentang ini. Aku merasa begitu ringan membopongnya.Berharap setiap hari pergi ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata padanya, “Kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang”
Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan yang cocok. Lalu ia melihat,”Semua pakaianku kebesaran”. Aku tersenyum.Tapi tiba-tiba aku menyadarinya sebab ia semakin kurus itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi , aku merasakan perasaan sakit. Tanpa sadar ku sentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat tersebut. “Pa,sudah waktunya membopong mama keluar” Baginya,melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian yang penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku akan berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia dilenganku, berjalan dari kamar tidur, melewati ruang duduk ke teras. Tangannya memegangku secara lembut dan alami. Aku menyanggah badannya dengan kuat seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan kurus, membuatku sedih.
Pada hari terakhir,ketika aku membopongnya dilenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah kembali ke sekolah. Ia berkata, “Sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku sampai kita tua”. Aku memeluknya dengan kuat dan berkata “Antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra”. Aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya. Aku takut keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga.
Dew membuka pintu. Aku berkata padanya,” Maaf Dew, Aku tidak ingin bercerai. Aku serius”. Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku. “Kamu tidak demam”. Kutepiskan tangannya dari dahiku “Maaf, Dew,Aku cuma bisa bilang maaf padamu,Aku tidak ingin bercerai. Kehidupan rumah tanggaku membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai-nilai dari kehidupan,bukan disebabkan kami tidak saling mencintai lagi.Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf padamu”
Dew tiba-tiba seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang dan tangisannya meledak. Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko bunga, ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku. Penjual bertanya apa yang mesti ia tulis dalam kartu ucapan?
Aku tersenyum, dan menulis ” Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita tua…”
*disadur dari: cassanova-id.com
http://www.akemapa.com/2007/04/27/gendong-aku-sebelum-kau-ceraikan-aku/
Ia kelihatan malu-malu. Aku adalah seorang pengantin pria yang sangat bahagia. Ini adalah kejadian 10 tahun yang lalu.
Hari-hari selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir air bening. Kami mempunyai seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk
menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasih diantara kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil. Setiap pagi kami berangkat kerja bersama-sama dan sampai dirumah juga pada waktu yang bersamaan.
Anak kami sedang belajar di luar negeri. Perkawinan kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh perubahan yang tidak kusangka-sangka.
Dew hadir dalam kehidupanku. Waktu itu adalah hari yang cerah. Aku berdiri di balkon dengan Dew yang sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya. Ini adalah apartment yang kubelikan untuknya.
Dew berkata , “Kamu adalah jenis pria terbaik yang menarik para gadis.” Kata-katanya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami baru menikah,istriku pernah berkata, “Pria sepertimu,begitu sukses,akan menjadi sangat menarik bagi para gadis.”
Berpikir tentang ini, Aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu kalo aku telah menghianati istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya. Aku melepaskan tangan Dew dan berkata, “Kamu harus pergi membeli beberapa perabot, O.K.?.Aku ada sedikit urusan dikantor”
Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya. Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin. Bagaimanapun,aku merasa sangat sulit untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun ku jelaskan, ia pasti akan sangat terluka. Sejujurnya,ia adalah seorang istri
yang baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai didepan TV. Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama-sama. Atau aku akan menghidupkan komputer,membayangkan tubuh Dew. Ini adalah hiburan bagiku.
Suatu hari aku berbicara dalam guyon, “Seandainya kita bercerai, apa yang akan kau lakukan? ” Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yang sangat jauh darinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius. Ketika istriku mengunjungi kantorku, Dew baru saja keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara dengan ia. Ia kelihatan sedikit kecurigaan. Ia berusaha tersenyum pada bawahan-bawahanku. Tapi aku membaca ada kelukaan di matanya.
Sekali lagi, Dew berkata padaku,” He Ning, ceraikan ia, O.K.? Lalu kita akan hidup bersama.” Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu-ragu lagi. Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, ku pegang tangannya,”Ada sesuatu yang harus kukatakan” Ia duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka dimatanya. Tiba-tiba aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia tahu kalo aku terus berpikir.
“Aku ingin bercerai”, ku ungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang. Ia seperti tidak terpengaruh oleh kata-kataku, tapi ia bertanya secara lembut,”kenapa?” “Aku serius.” Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban ini membuat ia sangat marah. Ia melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku,”Kamu bukan laki-laki!”. Pada malam itu, kami sekali saling membisu. Ia sedang menangis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yang telah terjadi dengan perkawinan kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan sebab hatiku telah dibawa pergi oleh Dew.
Dengan perasaan yang amat bersalah, Aku menuliskan surat perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil dan 30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa bagian.. Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yang telah 10 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yang asing dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa mengembalikan apa yang telah kuucapkan.
Akhirnya ia menangis dengan keras didepanku, dimana hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku, tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku. Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa minggu ini dan sekarang sungguh-sungguh telah terjadi.
Pada larut malam,aku kembali ke rumah setelah menemui klienku. Aku melihat ia sedang menulis sesuatu. Karena capek aku segera ketiduran. Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis. Aku tertidur kembali. Ia menuliskan syarat-syarat dari perceraiannya. Ia tidak menginginkan apapun dariku,tapi aku harus memberikan waktu sebulan sebelum menceraikannya,dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup bersama seperti biasanya. Alasannya sangat sederhana: Anak kami akan segera menyelesaikkan pendidikannya dan liburannya adalah sebulan lagi dan ia tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami. Ia menyerahkan persyaratan tersebut dan bertanya,” He Ning, apakah kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita ketika pada hari pernikahan kita?”
Pertanyaan ini tiba-tiba mengembalikan beberapa kenangan indah kepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan. “Kamu membopongku dilenganmu”, katanya, “Jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu kamu akan tetap membopongku pada waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir bulan ini, setiap pagi kamu harus membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu.”
Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan beberapa kenangan indah yang telah berlalu dan berharap perkawinannya diakhiri dengan suasana romantis.
Aku memberitahukan Dew soal syarat-syarat perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya. “Bagaimanapun trik yang ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini,” ia mencemooh. Kata-katanya membuatku merasa tidak enak.
Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian itu. Kami saling menganggap orang asing. Jadi ketika aku membopongnya dihari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk punggung kami,”Wah, papa membopong mama, mesra sekali” Kata-katanya membuatku merasa sakit.. Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan ia dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan berkata dengan lembut,” Mari kita mulai hari ini,jangan memberitahukan pada anak kita.” Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang.Aku melepaskan ia di pintu. Ia pergi menunggu bus, dan aku pergi ke kantor.
Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku,kami begitu dekat sampai-sampai aku bisa mencium wangi dibajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda lagi, beberapa kerut tampak di wajahnya. Pada hari ketiga, ia berbisik padaku, “Kebun diluar sedang dibongkar, hati-hati kalau kamu lewat sana.”
Hari keempat,ketika aku membangunkannya,aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku dilenganku. Bayangan Dew menjadi samar. Pada hari kelima dan enam, ia masih mengingatkan aku beberapa hal, seperti, dimana ia telah menyimpan baju-bajuku yang telah ia setrika, aku harus hati-hati saat memasak,dll. Aku mengangguk. Perasaan kedekatan terasa semakin erat.
Aku tidak memberitahu Dew tentang ini. Aku merasa begitu ringan membopongnya.Berharap setiap hari pergi ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata padanya, “Kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang”
Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan yang cocok. Lalu ia melihat,”Semua pakaianku kebesaran”. Aku tersenyum.Tapi tiba-tiba aku menyadarinya sebab ia semakin kurus itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi , aku merasakan perasaan sakit. Tanpa sadar ku sentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat tersebut. “Pa,sudah waktunya membopong mama keluar” Baginya,melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian yang penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku akan berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia dilenganku, berjalan dari kamar tidur, melewati ruang duduk ke teras. Tangannya memegangku secara lembut dan alami. Aku menyanggah badannya dengan kuat seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan kurus, membuatku sedih.
Pada hari terakhir,ketika aku membopongnya dilenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah kembali ke sekolah. Ia berkata, “Sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku sampai kita tua”. Aku memeluknya dengan kuat dan berkata “Antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra”. Aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya. Aku takut keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga.
Dew membuka pintu. Aku berkata padanya,” Maaf Dew, Aku tidak ingin bercerai. Aku serius”. Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku. “Kamu tidak demam”. Kutepiskan tangannya dari dahiku “Maaf, Dew,Aku cuma bisa bilang maaf padamu,Aku tidak ingin bercerai. Kehidupan rumah tanggaku membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai-nilai dari kehidupan,bukan disebabkan kami tidak saling mencintai lagi.Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf padamu”
Dew tiba-tiba seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang dan tangisannya meledak. Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko bunga, ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku. Penjual bertanya apa yang mesti ia tulis dalam kartu ucapan?
Aku tersenyum, dan menulis ” Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita tua…”
*disadur dari: cassanova-id.com
http://www.akemapa.com/2007/04/27/gendong-aku-sebelum-kau-ceraikan-aku/
Rabu, 24 Februari 2010
Pudarnya Pesona Cleopatra
Habiburrahman El Shirazy
Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalan kandungan aku telah
dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal.” Ibunya Raihana adalah teman karib
ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo dulu” kata ibu.
“Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh
tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon
keikhlasanmu” , ucap beliau dengan nada mengiba.
Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan
ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun
untuk itu aku harus mengorbankan diriku.
Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya
dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu alasannya.
Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa
berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat khitbah (lamaran)
sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, ia memang baby face dan anggun.
Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali. Adikku, tante
Lia mengakui Raihana cantik, “cantiknya alami, bisa jadi bintang iklan Lux lho, asli ! kata
tante Lia. Tapi penilaianku lain, mungkin karena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir
titisan Cleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidung melengkung
indah, mata bulat bening khas arab, dan bibir yang merah. Di hari-hari menjelang
pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku untuk calon istriku, tetapi
usahaku selalu sia-sia.
Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku. Hari pernikahan
datang. Duduk dipelaminan bagai mayat hidup, hati hampa tanpa cinta, Pestapun meriah
dengan empat group rebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa menusuk-nusuk hati. Kulihat
Raihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwaku meronta. Satu-satunya
harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWT atas baktiku pada ibuku yang kucintai.
Rabbighfir li wa liwalidayya!
Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya sekedar karena
aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayatNya.
Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan kepura-puraanku.
Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir kota Malang.
Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah hidup
berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama dengan makhluk yang
bernama Raihana, istriku, tapi Masya Allah bibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang
lembut terasa hambar, wajahnya yang teduh tetap terasa asing. Memasuki bulan keempat,
rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini muncul begitu saja. Aku
mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini, apalagi pada istri sendiri yang seharusnya
kusayang dan kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak
acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang kerja.
Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, pernikahanku sia-sia,
keberadaanku sia-sia.
Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama, karena ia orang yang
berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab ” tidak apa-apa koq mbak, mungkin aku
belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah tangga” Ada kekagetan yang
kutangkap diwajah Raihana ketika kupanggil ‘mbak’, ” kenapa mas memanggilku mbak, aku
kan istrimu, apa mas sudah tidak mencintaiku” tanyanya dengan guratan wajah yang sedih.
“wallahu a’lam” jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam menunduk,
tak lama kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku, “Kalau mas tidak mencintaiku,
tidak menerimaku sebagai istri kenapa mas ucapkan akad nikah?
Kalau dalam tingkahku melayani mas masih ada yang kurang berkenan, kenapa mas tidak
bilang dan menegurnya, kenapa mas diam saja, aku harus bersikap bagaimana untuk
membahagiakan mas, kumohon bukalah sedikit hatimu untuk menjadi ruang bagi
pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku didunia ini”. Raihana mengiba penuh pasrah.
Aku menangis menitikan air mata buka karena Raihana tetapi karena kepatunganku. Hari
terus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asing tetapi
Raihana tetap melayaniku menyiapkan segalanya untukku.
Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai dirumah habis maghrib, bibirku
pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi,
Memang aku berangkat pagi karena ada janji dengan teman. Raihana memandangiku dengan
khawatir. “Mas tidak apa-apa” tanyanya dengan perasaan kuatir. “Mas mandi dengan air
panas saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih” lanjutnya. Aku melepas
semua pakaian yang basah. “Mas airnya sudah siap” kata Raihana. Aku tak bicara sepatah
katapun, aku langsung ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi Raihana telah
berdiri didepan pintu membawa handuk. “Mas aku buatkan wedang jahe” Aku diam saja.
Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan.
Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku dan memijit-mijit pundak
dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. ” Mas masuk angin. Biasanya kalau masuk angin
diobati pakai apa, pakai balsam, minyak putih, atau jamu?” Tanya Raihana sambil
menuntunku ke kamar. “Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang harus
kulakukan untuk membantu Mas”. ” Biasanya dikerokin” jawabku lirih. ” Kalau begitu kaos
mas dilepas ya, biar Hana kerokin” sahut Raihana sambil tangannya melepas kaosku. Aku
seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengerokin punggungku
dengan sentuhan tangannya yang halus. Setelah selesai dikerokin, Raihana membawakanku
semangkok bubur kacang hijau. Setelah itu aku merebahkan diri di tempat tidur. Kulihat
Raihana duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur sambil menghafal Al Quran dengan
khusyu. Aku kembali sedih dan ingin menangis, Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis
mesir titisan Cleopatra.
Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangku untuk makan malam
di istananya.” Aku punya keponakan namanya Mona Zaki, nanti akan aku perkenalkan
denganmu” kata Ratu Cleopatra. ” Dia memintaku untuk mencarikannya seorang pangeran,
aku melihatmu cocok dan berniat memperkenalkannya denganmu”. Aku mempersiapkan
segalanya. Tepat pukul 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona Zaki dengan pakaian
pengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di kursi yang berhias
berlian.
Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba ” Mas, bangun, sudah jam setengah
empat, mas belum sholat Isya” kata Raihana membangunkanku. Aku terbangun dengan
perasaan kecewa. ” Maafkan aku Mas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belum sholat
Isya” lirih Hana sambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat malam.
Meskipun cuman mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Aku jadi semakin tidak
suka sama dia, dialah pemutus harapanku dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah,
bukankah dia berbuat baik membangunkanku untuk sholat Isya.
Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahu dari mana sulitnya. Rasa
tidak suka semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol. Aku
belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa bisa
dijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra.
” Mas, nanti sore ada acara qiqah di rumah Yu Imah. Semua keluarga akan datang termasuk
ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datang bareng, tidak enak kalau kita yang dielukelukan
keluarga tidak datang” Suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada
Jaman Ibnu Hazm. Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi onde-onde kesukaanku dan
segelas wedang jahe.
Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. ” Maaf..maaf jika mengganggu
Mas, maafkan Hana,” lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak meninggalkan aku di ruang
kerja. ” Mbak! Eh maaf, maksudku D..Din..Dinda Hana!, panggilku dengan suara parau
tercekak dalam tenggorokan. ” Ya Mas!” sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan
pelan-pelan menghadapkan dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya ia bahagia
dipanggil “dinda”. ” Matanya sedikit berbinar. “Te..terima kasih Di..dinda, kita berangkat
bareng kesana, habis sholat dhuhur, insya Allah,” ucapku sambil menatap wajah Hana
dengan senyum yang kupaksakan.
Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyum bersinar dibibirnya. ”
Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, mau pakai baju yang mana Mas, biar dinda siapkan?
Atau biar dinda saja yang memilihkan ya?”.
Hana begitu bahagia.
Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Ia tetap sabar mencurahkan bakti meskipun aku
dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernah melihatnya memasang
wajah masam atau tidak suka padaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah tidak sukanya
belum pernah. Bah, lelaki macam apa aku ini, kutukku pada diriku sendiri. Aku memakimaki
diriku sendiri atas sikap dinginku selama ini., Tapi, setetes embun cinta yang
kuharapkan membasahi hatiku tak juga turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu?
Bagaimana aku mengusirnya. Aku merasa menjadi orang yang paling membenci diriku
sendiri di dunia ini.
Acara pengajian dan qiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihana membawa sejarah
baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana, kami dielu-elukan keluarga,
disambut hangat, penuh cinta, dan penuh bangga. “
Selamat datang pengantin baru! Selamat datang pasangan yang paling ideal dalam keluarga!
Sambut Yu Imah disambut tepuk tangan bahagia mertua dan bundaku serta kerabat yang lain.
Wajah Raihana cerah. Matanya berbinar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku
menangis disebut pasangan ideal.
Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusan terbaik dikampusnya
dan hafal Al Quran lantas disebut ideal? Ideal bagiku adalah seperti Ibnu Hazm dan istrinya,
saling memiliki rasa cinta yang sampai pada pengorbanan satu sama lain. Rasa cinta yang
tidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang dari detik ke detik
meneteskan rasa bahagia.
Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana.
Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana
yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. Pada ibuku dan semuanya tidak
pernah diceritakan, kecuali menyanjung kebaikanku sebagai seorang suami yang dicintainya.
Bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku sendiri dibuat pusing dengan
sikapku. Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yang menyindir tentang keturunan. ”
Sudah satu tahun putra sulungku menikah, koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku
ingin sekali menimang cucu” kata ibuku. ” Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang
cucu, doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?” sahut Raihana sambil menyikut lenganku,
aku tergagap dan mengangguk sekenanya.
Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat dengan Raihana. Aku berpura-pura
kembali mesra dengannya, sebagai suami betulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab bukan
atas dasar cinta, dan bukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi ibuku.
Allah Maha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai seorang istri. Raihana
hamil. Ia semakin manis.
Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta tak kunjung tiba. Tuhan
kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera. Sejak itu aku semakin sedih sehingga
Raihana yang sedang hamil tidak kuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku bertanya” Mana
tanggung jawabmu!” Aku hanya diam dan mendesah sedih. ” Entahlah, betapa sulit aku
menemukan cinta” gumamku.
Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasuki bulan ke enam. Raihana
minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanya dengan alasan kesehatan. Kukabulkan
permintaanya dan kuantarkan dia kerumahnya. Karena rumah mertua jauh dari kampus
tempat aku mengajar, mertuaku tak menaruh curiga ketika aku harus tetap tinggal
dikontrakan. Ketika aku pamitan, Raihana berpesan, ” Mas untuk menambah biaya kelahiran
anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yang ada di ATM. Aku taruh dibawah bantal,
no.pinnya sama dengan tanggal pernikahan kita”.
Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiap hari Aku tidak bertemu
dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entah apa sebabnya bisa demikian. Hanya saja
aku sedikit repot, harus menyiapkan segalanya.
Tapi toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir.
Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang kehujanan.
Sampai rumah hari sudah petang, aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Aku muntahmuntah,
menggigil, kepala pusing dan perut mual. Saat itu terlintas dihati andaikan ada
Raihana, dia pasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau, membantu mengobati
masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhku istirahat dan menutupi
tubuhku dengan selimut. Malam itu aku benar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun
jam enam pagi. Badan sudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum sholat Isya
dan terlambat sholat subuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentu aku ngak
meninggalkan sholat Isya, dan tidak terlambat sholat subuh.
Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku mendapat
tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah bahasa arab.
Diantaranya tutornya adalah professor bahasa arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang
dengan beliau tentang mesir. Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi,
seorang dosen bahasa arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan
satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. “Apakah kamu sudah
menikah?” kata Pak Qalyubi. “Alhamdulillah, sudah” jawabku. ” Dengan orang mana?. ”
Orang Jawa”. ” Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyak
saudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Paling tidak
santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?”. “Pernah, alhamdulillah dia sarjana
dan hafal Al Quran”. ” Kau sangat beruntung, tidak sepertiku”. ” Kenapa dengan Bapak?” ”
Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu,
tentu batinku tidak merana seperti sekarang”. ” Bagaimana itu bisa terjadi?”. “
Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dan karena terpesona dengan
kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, Saya seorang anak tunggal dari
seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Disana saya bersama
kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun
pertama saya lulus dengan predikat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi pelajar dari
Indonesia.
Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal
menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak
pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis
secantuk itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia. Ternyata
perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil. Fadhil
membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan
dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua.
Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini, samasama
menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al Azhar yang hafal Al
Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan Yasmin yang awam
pengetahuan agamanya. Tetapi saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang
tinggi saya berhasil menikahi Yasmin.
Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang mewah,
menginap di hotel berbintang. Begitu selesai S1 saya kembali ke Medan, saya minta agar
asset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli rumah yang
cukup mewah di kota Medan. Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap
tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi
semua yang diinginkan Yasmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup semakin nambah, anak
kami yang ketiga lahir, tetapi pemasukan tidak bertambah. Saya minta Yasmin untuk
berhemat. Tidak setiap tahun tetapi tiga tahun sekali namun Yasmin tidak bisa.
Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah terakhir
milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulai muncul penyesalan. Setiap kali
saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup dengan tenang dan damai dengan
istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya
tidak mendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika saya pengen rendang, saya harus ke
warung. Yasmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia.
Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya. Jika ada
sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaan saya dimulai setahun yang
lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta Yasmin untuk menjual perhiasannya, tetapi dia tidak
mau. Dia malah membandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan sepupunya.
Sepupunya mendapat suami orang Mesir.
Saya menyesal meletakkan kecantikan diatas segalanya. Saya telah diperbudak dengan
kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan ibu mengalah. Mereka
menjual rumah dan tanah, yang akhirnya mereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit. Batin
saya menangis. Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yang bangkrut.
Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir. Waktu di Mesir
itulah puncak tragedy yang menyakitkan. ” Aku menyesal menikah dengan orang Indonesia,
aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir”. Kata
Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa dia bercerita bahwa tadi di
KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman, dan istrinya
sudah meninggal.
Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia karena
tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah
tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim
surat yang berisi berita bohong.
Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai dari
Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengan temannya. Hati saya sangat
sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang”.
Mendengar cerita Pak Qulyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya
menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa
sudah dua bualn aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap dihati.
Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar adalah
pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan istri seperti
dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah menyala didindingnya.
Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapan
bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan
tabungannya.
Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke toko baju muslim, aku ingin membelikannya
untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Aku ingin memberikan kejutan, agar dia
tersenyum menyambut kedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke
kontrakan untuk mengambil uang tabungan, yang disimpan dibawah bantal. Dibawah kasur
itu kutemukan kertas Merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Surat cinta siapa ini,
rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk istriku. Jangan-jangan ini surat cinta
istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan istriku serong. Dengan rasa takut kubaca surat
itu satu persatu. Dan ya Rabbii ternyata surat-surat itu adalah ungkapan hati Raihana yang
selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapa ia mati-matian mencintaiku, meredam rindunya
akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya
Allah lah tempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya .. Allah, ia tetap setia
memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya.
Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku.
“Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh dihadapan-Mu. Lakal hamdu ya Rabb.
Telah muliakan hamba dengan Al Quran. Kalaulah bukan karena karunia-Mu yang agung ini,
niscaya hamba sudah terperosok kedalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan
kesabaran dalam diri hamba” tulis Raihana.
Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa” Ya Allah inilah hamba-Mu yang kerdil penuh noda
dan dosa kembali datang mengetuk pintumu, melabuhkan derita jiwa ini kehadirat-Mu. Ya
Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa
begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasa
cinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku
padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini
cara berakhlak yang lebih mulia lagi pada suamiku.
Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya. Cukup
hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cinta hamba masih tetap
menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk tetap berbakti dan memuliakannya.
Ya Allah, Engkau maha Tahu bahwa hamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah
rasa cinta ini kepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allah
dengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Engkau, Maha
Suci Engkau”.
Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku
meledak. Dalam tangisku semua kebaikan Raihana terbayang. Wajahnya yang baby face dan
teduh, pengorbanan dan pengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut,
tanganya yang halus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaan
haru dan cinta. Dalam keharuan terasa ada angina sejuk yang turun dari langit dan merasuk
dalam jiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telah memudar berganti cinta Raihana yang
datang di hati. Rasa sayang dan cinta pada Raihan tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam
hatiku. Cahaya Raihana terus berkilat-kilat dimata. Aku tiba-tiba begitu merindukannya.
Segera kukejar waktu untuk membagi Cintaku dengan Raihana.
Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring dengan air mataku yang menetes sepanjang
jalan. Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaris tangisku meledak. Kutahan dengan
nafas panjang dan kuusap air mataku. Melihat kedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan
menangis tersedu- sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis. ” Mana Raihana Bu?”. Ibu
mertua hanya menangis dan menangis. Aku terus bertanya apa sebenarnya yang telah terjadi.
” Raihana…istrimu. .istrimu dan anakmu yang dikandungnya” . ” Ada apa dengan dia”. ” Dia
telah tiada”. ” Ibu berkata apa!”. ” Istrimu telah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh
di kamar mandi. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat.
Sebelum meninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangan dan
kekhilafannya selama menyertaimu.
Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia meminta maaf telah dengan
tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhionya” .
Hatiku bergetar hebat. ” kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?”. “
Ketika Raihana dibawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseorang untuk menjemputmu
di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi ke kampus katanya kamu sedang
mengikuti pelatihan. Kami tidak ingin mengganggumu. Apalagi Raihana berpesan agar kami
tidak mengganggu ketenanganmu selama pelatihan. Dan ketika Raihana meninggal kami
sangat sedih, Jadi Maafkanlah kami”.
Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku merasakan cinta
Raihana, dia telah tiada. Ketika aku ingin menebus dosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika
aku ingin memuliakannya dia telah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi
kesempatan padaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah
menghukumku dengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira.
Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih baru dikuburan pinggir desa.
Diatas gundukan itu ada dua buah batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana.
Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin
Raihana hidup kembali. Dunia tiba-tiba gelap semua ……..
Sumber :
Buku : Pudarnya Pesona Cleopatra ( Novel Psikologi Islam Pembangun Jiwa )
Karangan : Habiburrahman El Shirazy ( Penulis Novel best seller Ayat-ayat cinta)
- Y & ! -
Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalan kandungan aku telah
dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal.” Ibunya Raihana adalah teman karib
ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo dulu” kata ibu.
“Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh
tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon
keikhlasanmu” , ucap beliau dengan nada mengiba.
Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan
ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun
untuk itu aku harus mengorbankan diriku.
Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya
dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu alasannya.
Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa
berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat khitbah (lamaran)
sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, ia memang baby face dan anggun.
Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali. Adikku, tante
Lia mengakui Raihana cantik, “cantiknya alami, bisa jadi bintang iklan Lux lho, asli ! kata
tante Lia. Tapi penilaianku lain, mungkin karena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir
titisan Cleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidung melengkung
indah, mata bulat bening khas arab, dan bibir yang merah. Di hari-hari menjelang
pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku untuk calon istriku, tetapi
usahaku selalu sia-sia.
Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku. Hari pernikahan
datang. Duduk dipelaminan bagai mayat hidup, hati hampa tanpa cinta, Pestapun meriah
dengan empat group rebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa menusuk-nusuk hati. Kulihat
Raihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwaku meronta. Satu-satunya
harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWT atas baktiku pada ibuku yang kucintai.
Rabbighfir li wa liwalidayya!
Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya sekedar karena
aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayatNya.
Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan kepura-puraanku.
Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir kota Malang.
Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah hidup
berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama dengan makhluk yang
bernama Raihana, istriku, tapi Masya Allah bibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang
lembut terasa hambar, wajahnya yang teduh tetap terasa asing. Memasuki bulan keempat,
rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini muncul begitu saja. Aku
mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini, apalagi pada istri sendiri yang seharusnya
kusayang dan kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak
acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang kerja.
Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, pernikahanku sia-sia,
keberadaanku sia-sia.
Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama, karena ia orang yang
berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab ” tidak apa-apa koq mbak, mungkin aku
belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah tangga” Ada kekagetan yang
kutangkap diwajah Raihana ketika kupanggil ‘mbak’, ” kenapa mas memanggilku mbak, aku
kan istrimu, apa mas sudah tidak mencintaiku” tanyanya dengan guratan wajah yang sedih.
“wallahu a’lam” jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam menunduk,
tak lama kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku, “Kalau mas tidak mencintaiku,
tidak menerimaku sebagai istri kenapa mas ucapkan akad nikah?
Kalau dalam tingkahku melayani mas masih ada yang kurang berkenan, kenapa mas tidak
bilang dan menegurnya, kenapa mas diam saja, aku harus bersikap bagaimana untuk
membahagiakan mas, kumohon bukalah sedikit hatimu untuk menjadi ruang bagi
pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku didunia ini”. Raihana mengiba penuh pasrah.
Aku menangis menitikan air mata buka karena Raihana tetapi karena kepatunganku. Hari
terus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asing tetapi
Raihana tetap melayaniku menyiapkan segalanya untukku.
Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai dirumah habis maghrib, bibirku
pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi,
Memang aku berangkat pagi karena ada janji dengan teman. Raihana memandangiku dengan
khawatir. “Mas tidak apa-apa” tanyanya dengan perasaan kuatir. “Mas mandi dengan air
panas saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih” lanjutnya. Aku melepas
semua pakaian yang basah. “Mas airnya sudah siap” kata Raihana. Aku tak bicara sepatah
katapun, aku langsung ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi Raihana telah
berdiri didepan pintu membawa handuk. “Mas aku buatkan wedang jahe” Aku diam saja.
Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan.
Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku dan memijit-mijit pundak
dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. ” Mas masuk angin. Biasanya kalau masuk angin
diobati pakai apa, pakai balsam, minyak putih, atau jamu?” Tanya Raihana sambil
menuntunku ke kamar. “Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang harus
kulakukan untuk membantu Mas”. ” Biasanya dikerokin” jawabku lirih. ” Kalau begitu kaos
mas dilepas ya, biar Hana kerokin” sahut Raihana sambil tangannya melepas kaosku. Aku
seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengerokin punggungku
dengan sentuhan tangannya yang halus. Setelah selesai dikerokin, Raihana membawakanku
semangkok bubur kacang hijau. Setelah itu aku merebahkan diri di tempat tidur. Kulihat
Raihana duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur sambil menghafal Al Quran dengan
khusyu. Aku kembali sedih dan ingin menangis, Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis
mesir titisan Cleopatra.
Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangku untuk makan malam
di istananya.” Aku punya keponakan namanya Mona Zaki, nanti akan aku perkenalkan
denganmu” kata Ratu Cleopatra. ” Dia memintaku untuk mencarikannya seorang pangeran,
aku melihatmu cocok dan berniat memperkenalkannya denganmu”. Aku mempersiapkan
segalanya. Tepat pukul 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona Zaki dengan pakaian
pengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di kursi yang berhias
berlian.
Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba ” Mas, bangun, sudah jam setengah
empat, mas belum sholat Isya” kata Raihana membangunkanku. Aku terbangun dengan
perasaan kecewa. ” Maafkan aku Mas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belum sholat
Isya” lirih Hana sambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat malam.
Meskipun cuman mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Aku jadi semakin tidak
suka sama dia, dialah pemutus harapanku dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah,
bukankah dia berbuat baik membangunkanku untuk sholat Isya.
Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahu dari mana sulitnya. Rasa
tidak suka semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol. Aku
belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa bisa
dijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra.
” Mas, nanti sore ada acara qiqah di rumah Yu Imah. Semua keluarga akan datang termasuk
ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datang bareng, tidak enak kalau kita yang dielukelukan
keluarga tidak datang” Suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada
Jaman Ibnu Hazm. Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi onde-onde kesukaanku dan
segelas wedang jahe.
Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. ” Maaf..maaf jika mengganggu
Mas, maafkan Hana,” lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak meninggalkan aku di ruang
kerja. ” Mbak! Eh maaf, maksudku D..Din..Dinda Hana!, panggilku dengan suara parau
tercekak dalam tenggorokan. ” Ya Mas!” sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan
pelan-pelan menghadapkan dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya ia bahagia
dipanggil “dinda”. ” Matanya sedikit berbinar. “Te..terima kasih Di..dinda, kita berangkat
bareng kesana, habis sholat dhuhur, insya Allah,” ucapku sambil menatap wajah Hana
dengan senyum yang kupaksakan.
Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyum bersinar dibibirnya. ”
Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, mau pakai baju yang mana Mas, biar dinda siapkan?
Atau biar dinda saja yang memilihkan ya?”.
Hana begitu bahagia.
Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Ia tetap sabar mencurahkan bakti meskipun aku
dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernah melihatnya memasang
wajah masam atau tidak suka padaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah tidak sukanya
belum pernah. Bah, lelaki macam apa aku ini, kutukku pada diriku sendiri. Aku memakimaki
diriku sendiri atas sikap dinginku selama ini., Tapi, setetes embun cinta yang
kuharapkan membasahi hatiku tak juga turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu?
Bagaimana aku mengusirnya. Aku merasa menjadi orang yang paling membenci diriku
sendiri di dunia ini.
Acara pengajian dan qiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihana membawa sejarah
baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana, kami dielu-elukan keluarga,
disambut hangat, penuh cinta, dan penuh bangga. “
Selamat datang pengantin baru! Selamat datang pasangan yang paling ideal dalam keluarga!
Sambut Yu Imah disambut tepuk tangan bahagia mertua dan bundaku serta kerabat yang lain.
Wajah Raihana cerah. Matanya berbinar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku
menangis disebut pasangan ideal.
Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusan terbaik dikampusnya
dan hafal Al Quran lantas disebut ideal? Ideal bagiku adalah seperti Ibnu Hazm dan istrinya,
saling memiliki rasa cinta yang sampai pada pengorbanan satu sama lain. Rasa cinta yang
tidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang dari detik ke detik
meneteskan rasa bahagia.
Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana.
Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana
yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. Pada ibuku dan semuanya tidak
pernah diceritakan, kecuali menyanjung kebaikanku sebagai seorang suami yang dicintainya.
Bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku sendiri dibuat pusing dengan
sikapku. Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yang menyindir tentang keturunan. ”
Sudah satu tahun putra sulungku menikah, koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku
ingin sekali menimang cucu” kata ibuku. ” Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang
cucu, doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?” sahut Raihana sambil menyikut lenganku,
aku tergagap dan mengangguk sekenanya.
Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat dengan Raihana. Aku berpura-pura
kembali mesra dengannya, sebagai suami betulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab bukan
atas dasar cinta, dan bukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi ibuku.
Allah Maha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai seorang istri. Raihana
hamil. Ia semakin manis.
Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta tak kunjung tiba. Tuhan
kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera. Sejak itu aku semakin sedih sehingga
Raihana yang sedang hamil tidak kuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku bertanya” Mana
tanggung jawabmu!” Aku hanya diam dan mendesah sedih. ” Entahlah, betapa sulit aku
menemukan cinta” gumamku.
Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasuki bulan ke enam. Raihana
minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanya dengan alasan kesehatan. Kukabulkan
permintaanya dan kuantarkan dia kerumahnya. Karena rumah mertua jauh dari kampus
tempat aku mengajar, mertuaku tak menaruh curiga ketika aku harus tetap tinggal
dikontrakan. Ketika aku pamitan, Raihana berpesan, ” Mas untuk menambah biaya kelahiran
anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yang ada di ATM. Aku taruh dibawah bantal,
no.pinnya sama dengan tanggal pernikahan kita”.
Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiap hari Aku tidak bertemu
dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entah apa sebabnya bisa demikian. Hanya saja
aku sedikit repot, harus menyiapkan segalanya.
Tapi toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir.
Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang kehujanan.
Sampai rumah hari sudah petang, aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Aku muntahmuntah,
menggigil, kepala pusing dan perut mual. Saat itu terlintas dihati andaikan ada
Raihana, dia pasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau, membantu mengobati
masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhku istirahat dan menutupi
tubuhku dengan selimut. Malam itu aku benar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun
jam enam pagi. Badan sudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum sholat Isya
dan terlambat sholat subuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentu aku ngak
meninggalkan sholat Isya, dan tidak terlambat sholat subuh.
Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku mendapat
tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah bahasa arab.
Diantaranya tutornya adalah professor bahasa arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang
dengan beliau tentang mesir. Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi,
seorang dosen bahasa arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan
satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. “Apakah kamu sudah
menikah?” kata Pak Qalyubi. “Alhamdulillah, sudah” jawabku. ” Dengan orang mana?. ”
Orang Jawa”. ” Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyak
saudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Paling tidak
santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?”. “Pernah, alhamdulillah dia sarjana
dan hafal Al Quran”. ” Kau sangat beruntung, tidak sepertiku”. ” Kenapa dengan Bapak?” ”
Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu,
tentu batinku tidak merana seperti sekarang”. ” Bagaimana itu bisa terjadi?”. “
Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dan karena terpesona dengan
kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, Saya seorang anak tunggal dari
seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Disana saya bersama
kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun
pertama saya lulus dengan predikat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi pelajar dari
Indonesia.
Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal
menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak
pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis
secantuk itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia. Ternyata
perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil. Fadhil
membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan
dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua.
Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini, samasama
menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al Azhar yang hafal Al
Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan Yasmin yang awam
pengetahuan agamanya. Tetapi saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang
tinggi saya berhasil menikahi Yasmin.
Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang mewah,
menginap di hotel berbintang. Begitu selesai S1 saya kembali ke Medan, saya minta agar
asset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli rumah yang
cukup mewah di kota Medan. Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap
tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi
semua yang diinginkan Yasmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup semakin nambah, anak
kami yang ketiga lahir, tetapi pemasukan tidak bertambah. Saya minta Yasmin untuk
berhemat. Tidak setiap tahun tetapi tiga tahun sekali namun Yasmin tidak bisa.
Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah terakhir
milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulai muncul penyesalan. Setiap kali
saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup dengan tenang dan damai dengan
istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya
tidak mendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika saya pengen rendang, saya harus ke
warung. Yasmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia.
Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya. Jika ada
sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaan saya dimulai setahun yang
lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta Yasmin untuk menjual perhiasannya, tetapi dia tidak
mau. Dia malah membandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan sepupunya.
Sepupunya mendapat suami orang Mesir.
Saya menyesal meletakkan kecantikan diatas segalanya. Saya telah diperbudak dengan
kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan ibu mengalah. Mereka
menjual rumah dan tanah, yang akhirnya mereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit. Batin
saya menangis. Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yang bangkrut.
Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir. Waktu di Mesir
itulah puncak tragedy yang menyakitkan. ” Aku menyesal menikah dengan orang Indonesia,
aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir”. Kata
Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa dia bercerita bahwa tadi di
KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman, dan istrinya
sudah meninggal.
Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia karena
tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah
tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim
surat yang berisi berita bohong.
Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai dari
Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengan temannya. Hati saya sangat
sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang”.
Mendengar cerita Pak Qulyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya
menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa
sudah dua bualn aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap dihati.
Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar adalah
pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan istri seperti
dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah menyala didindingnya.
Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapan
bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan
tabungannya.
Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke toko baju muslim, aku ingin membelikannya
untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Aku ingin memberikan kejutan, agar dia
tersenyum menyambut kedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke
kontrakan untuk mengambil uang tabungan, yang disimpan dibawah bantal. Dibawah kasur
itu kutemukan kertas Merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Surat cinta siapa ini,
rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk istriku. Jangan-jangan ini surat cinta
istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan istriku serong. Dengan rasa takut kubaca surat
itu satu persatu. Dan ya Rabbii ternyata surat-surat itu adalah ungkapan hati Raihana yang
selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapa ia mati-matian mencintaiku, meredam rindunya
akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya
Allah lah tempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya .. Allah, ia tetap setia
memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya.
Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku.
“Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh dihadapan-Mu. Lakal hamdu ya Rabb.
Telah muliakan hamba dengan Al Quran. Kalaulah bukan karena karunia-Mu yang agung ini,
niscaya hamba sudah terperosok kedalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan
kesabaran dalam diri hamba” tulis Raihana.
Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa” Ya Allah inilah hamba-Mu yang kerdil penuh noda
dan dosa kembali datang mengetuk pintumu, melabuhkan derita jiwa ini kehadirat-Mu. Ya
Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa
begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasa
cinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku
padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini
cara berakhlak yang lebih mulia lagi pada suamiku.
Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya. Cukup
hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cinta hamba masih tetap
menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk tetap berbakti dan memuliakannya.
Ya Allah, Engkau maha Tahu bahwa hamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah
rasa cinta ini kepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allah
dengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Engkau, Maha
Suci Engkau”.
Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku
meledak. Dalam tangisku semua kebaikan Raihana terbayang. Wajahnya yang baby face dan
teduh, pengorbanan dan pengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut,
tanganya yang halus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaan
haru dan cinta. Dalam keharuan terasa ada angina sejuk yang turun dari langit dan merasuk
dalam jiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telah memudar berganti cinta Raihana yang
datang di hati. Rasa sayang dan cinta pada Raihan tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam
hatiku. Cahaya Raihana terus berkilat-kilat dimata. Aku tiba-tiba begitu merindukannya.
Segera kukejar waktu untuk membagi Cintaku dengan Raihana.
Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring dengan air mataku yang menetes sepanjang
jalan. Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaris tangisku meledak. Kutahan dengan
nafas panjang dan kuusap air mataku. Melihat kedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan
menangis tersedu- sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis. ” Mana Raihana Bu?”. Ibu
mertua hanya menangis dan menangis. Aku terus bertanya apa sebenarnya yang telah terjadi.
” Raihana…istrimu. .istrimu dan anakmu yang dikandungnya” . ” Ada apa dengan dia”. ” Dia
telah tiada”. ” Ibu berkata apa!”. ” Istrimu telah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh
di kamar mandi. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat.
Sebelum meninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangan dan
kekhilafannya selama menyertaimu.
Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia meminta maaf telah dengan
tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhionya” .
Hatiku bergetar hebat. ” kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?”. “
Ketika Raihana dibawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseorang untuk menjemputmu
di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi ke kampus katanya kamu sedang
mengikuti pelatihan. Kami tidak ingin mengganggumu. Apalagi Raihana berpesan agar kami
tidak mengganggu ketenanganmu selama pelatihan. Dan ketika Raihana meninggal kami
sangat sedih, Jadi Maafkanlah kami”.
Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku merasakan cinta
Raihana, dia telah tiada. Ketika aku ingin menebus dosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika
aku ingin memuliakannya dia telah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi
kesempatan padaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah
menghukumku dengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira.
Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih baru dikuburan pinggir desa.
Diatas gundukan itu ada dua buah batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana.
Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin
Raihana hidup kembali. Dunia tiba-tiba gelap semua ……..
Sumber :
Buku : Pudarnya Pesona Cleopatra ( Novel Psikologi Islam Pembangun Jiwa )
Karangan : Habiburrahman El Shirazy ( Penulis Novel best seller Ayat-ayat cinta)
- Y & ! -
Jumat, 19 Februari 2010
Tips untuk selalu tampil cantik dan anggun
Khususnya bagi para muslimah yang ingin tampil cantik dan menarik
1. tebarkan wajah yang sll tampak ceria
maksudnya kita bisa menampakkan dengan senyuman, wajah yang menyenangkan dengan tidak menampakkan kesedihan
2. berpakaian yang rapi dan cantik
berpakaian yang rapi disini kita artikan gak harus mahal tetapi sopan dan perpaduan warna yang cocok walaupun sederhana namun nampak anggun dan indah. serta model pakaian yang sederhana dan simpel jadi tidak terkesan norak.
3. niatkan dengan hati yang tulus dan ikhlas
dalam setiap kegiatan ataupun aktivitas yang kita kerjakan harusnya dengan niatan hati yang tulus dan ikhlas. jadi tidak ada keterpaksaan atau beban didalamnya jadi kita merasa ringan dan enjoy menjalaninya
sekian...
1. tebarkan wajah yang sll tampak ceria
maksudnya kita bisa menampakkan dengan senyuman, wajah yang menyenangkan dengan tidak menampakkan kesedihan
2. berpakaian yang rapi dan cantik
berpakaian yang rapi disini kita artikan gak harus mahal tetapi sopan dan perpaduan warna yang cocok walaupun sederhana namun nampak anggun dan indah. serta model pakaian yang sederhana dan simpel jadi tidak terkesan norak.
3. niatkan dengan hati yang tulus dan ikhlas
dalam setiap kegiatan ataupun aktivitas yang kita kerjakan harusnya dengan niatan hati yang tulus dan ikhlas. jadi tidak ada keterpaksaan atau beban didalamnya jadi kita merasa ringan dan enjoy menjalaninya
sekian...
Kamis, 18 Februari 2010
Ketika Cinta Bertasbih
Assalamu'alaikum wr.wb
Subhanalloh luar biasa hati ini mengikuti kisah cerita tentang ketika cinta bertasbih, para tokoh terutama azam dan istrinya sungguh mencerminkan kesucian diri dalam akhlak islami.
Untuk kang habiburahman maju terus kami tunggu karya karya yang lainnya.
Semoga nantinya filem filem maupun novel novel akan bangkit seperti dalam kisah ketika cinta bertasbih.
kami tunggu kisah ketika cinta bertasbih 3
Semoga Alloh merahmati kita semua Amiin.
Wassalamu'alaikum wr.wb
Subhanalloh luar biasa hati ini mengikuti kisah cerita tentang ketika cinta bertasbih, para tokoh terutama azam dan istrinya sungguh mencerminkan kesucian diri dalam akhlak islami.
Untuk kang habiburahman maju terus kami tunggu karya karya yang lainnya.
Semoga nantinya filem filem maupun novel novel akan bangkit seperti dalam kisah ketika cinta bertasbih.
kami tunggu kisah ketika cinta bertasbih 3
Semoga Alloh merahmati kita semua Amiin.
Wassalamu'alaikum wr.wb
Rabu, 10 Februari 2010
Tips disayang istri
Sebagai seorang suami tentunya mendambakan istrinya mencintai suami dengan setulus hati, oleha karena itu berikut tips yang mungkin ada baiknya dicoba :
1. Jangan Egois : Walau sulit tetapi memang harus kita usahakan. Contoh kita pulang kantor capek, istri menanti kedatangan kita dirumah kita sapa istri dengan senyuman dan ajak jalan jalan walau mungkin kita lagi capek.
2. Sentuh hatinya : ternyata ga hanya kulit yang disentuh tetapi hati perlu disentuh tetapi menyentuhnya dengan hati pul. Contoh ketika kita mungkin kadang merasa jengkel tetapi jangan perlihatkan dihadapannya agar pasangan kita nyaman
mungkin itu saja point yang penting bagi yang punya pendapat lain bisa coment
1. Jangan Egois : Walau sulit tetapi memang harus kita usahakan. Contoh kita pulang kantor capek, istri menanti kedatangan kita dirumah kita sapa istri dengan senyuman dan ajak jalan jalan walau mungkin kita lagi capek.
2. Sentuh hatinya : ternyata ga hanya kulit yang disentuh tetapi hati perlu disentuh tetapi menyentuhnya dengan hati pul. Contoh ketika kita mungkin kadang merasa jengkel tetapi jangan perlihatkan dihadapannya agar pasangan kita nyaman
mungkin itu saja point yang penting bagi yang punya pendapat lain bisa coment
Selasa, 09 Februari 2010
Tips agar tidak malas
Malas merupakan musuh yang sangat berbahaya. Malas mengakibatkan terlambat mengerjakan pekerjaan, Malas menyebabkan pekerjaan menumpuk, dan lain sebagainya.
Ada beberapa tips untuk menghindari kebiasaan malas :
Ada beberapa tips untuk menghindari kebiasaan malas :
- Jangan menunda pekerjaan : selalu ingatkan pada diri kita jika menunda pekerjaan berarti membiarkan dirikita untuk disiksa dengan segudang tumpukan pekerjaan yang tertunda ingat menunda pekerjaan bukanlah solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. yang ada malah menambah pekerjaan dan semakin lama semakin menumpuk banyak.
- Fokus : artinya kalau anda pingin mandi misal malas eh main komputer dulu eh internetan dulu akhiranya sudah waktunya sholat pun lupa kalau dah gitu berabe deh...jadi ubah semua itu dengan cara fokus artinya kalau memang mau mandi ya mandi jangan main komputer. Main komputer boleh asal sudah mandi.
- Tegas : artinya kita harus tegas bahwa namanya malas tidak akan pernah membawa kesuksesan karena yang ada adalah kesengsaraan. Mungkin itu saja barangkali temen temen mau menambahkan bisa klik koment
Langganan:
Postingan (Atom)